Minggu, 19 April 2015

Prasangka Kepada Ibu Mertua

 


Setelah banyak tulisan yang kita baca menyangkut sosok seorang ibu, kali ini dalam menyambut #K3BKartinian posting serentak hari Kartini, tema yang akan ditulis tidak jauh dari sosok seorang perempuan. Tetapi bukan sosok ibu yang sdh melahirkan kita ya, melainkan sosok seorang ibu mertua, yang saya panggil dengan sebutan mama.

Mungkin dalam bayangan kita ibu mertua bak sinetron-sinetron di televisi, selalu ikut campur urusan dalam RT, bawel, cerewet, dsbnya. Tapi ibu mertua saya jauhh banget dari kesan tersebut :).

Mama mertua saya asli dari Lahat, Sumatera Selatan. Dari punya anak pertama sampai anak ke empat hidupnya selalu berpindah-pindah mengikuti papa. Karena alasan itulah mama pandai berbahasa Aceh sampai berbahasa Maluku. Ibaratnya separuh kehidupan mama dijalani dari Sabang sampai Merauke.  

Mama orangnya gak rese', gak bawel kayak ibu-ibu mertua di sinetron, dan yang paling penting gak pernah ngatur kehidupan anak lelakinya yang notabene adalah suami saya. 

Karena mama tinggal di seberang pulau, komunikasi berjalan via telepon. Saya tak sungkan mengadu kepada beliau layaknya ibu sendiri bilamana berselisih paham dengan suami. Dan beliau hanya menengahi kami berdua tanpa memihak siapapun. Tidak saya maupun tidak suami saya. Semua uneg-uneg di tampung kemudian dicari solusi yang terbaik.

Mama dan Almer
Satu hal yang saya pelajari dari mama, beliau tak pernah marah. Ketika masih pengantin baru, saya sempat serumah dengan mama. Hari pertama saya bangun kesiangan. Kebetulan saya sedang "libur" sholat. Ketika membuka pintu kamar, rumah sudah rapi dan sepi. Ternyata mama sedang ke pasar kaget membeli kue-kue dan lauk untuk makan siang.

"Ini makanan, pagi ini mama langsung pulang. Karena besok papa sudah dinas lagi" kata mama.

Duh..malunya..ini menantu udah bangun siang masih di urusin layaknya anak SD. Tapi mama gak marah. :)

Merajut cerita bersamanya terkadang membuat saya sedih. Mama sosok yang betul-betul sabar. Bagaimana perihnya ketika beliau menapaki hidup dulu ketika suami saya masih kecil (suami anak pertama). Makan ala kadarnya, karena saat itu papa masih kuliah di fakultas kedokteran Undip.

Sungguh perjuangan yang tak kenal lelah. Sampai berhasil menyekolahkan anak-anaknya sampai ke bangku kuliah. Di usianya yang tak muda lagi, mama tetap cantik dan bersemangat. Berjuta doa terangkai untuk mama. Semoga selalu diberikan kesehatan, keceriaan, keselamatan untukmu. Barakallah..