Jumat, 10 Oktober 2014

Ketika Anak Menjadi Materialistis

Mengandung dan melahirkan anak adalah suatu keajaiban. Bayangkan mom, seseorang dalam tubuh kita tumbuh dan berkembang dari hari ke hari. Terkadang ia menendang, bergerak sehingga mendorong kita untuk mengusap-usap bagian tubuhnya. Ini apa ya? eh..kaki oh bukan, ini seperti bokongnya. Pernah begitu ya mom?


Almer 3 bulan
Setelah berbulan-bulan, akhirnya yang dinanti lahir. Welcome to the world, dear!. Semua kebutuhan si kecil sudah dipersiapkan jauh sebelum ia lahir. 

Mulailah perjuangan seorang ibu dalam merawat dan membesarkan buah hati. Bawaan lapar terus karena menyusui (saya bahkan makan 5 kali sehari dengan menu 4 sehat 5 sempurna!), terjaga di malam hari, memandikan, dsbnya. Perjalanan yang luar biasa.

Almer 6 bulan
Dan sekarang sang anak sudah beranjak besar. Si sulung Almer sudah 8 tahun dan duduk di kelas 3 sd. Pergaulan dan wawasannya semakin luas. Pintar berdalih alias ngotot alias ngeyel. Apa-apa harus ada buntutnya. Maksudnya begini, bila diminta tolong jaga adik sebentar atau diminta untuk membereskan mainan atau merapikan buku harus ada balasannya/hadiah.

Dan hadiah itu ia sendiri yang tentukan. Yang paling sering ya itu..hadiah berupa uang.

" Ma, setiap Almer sholat kasih 5 ribu ya", katanya suatu hari.

" Lho, sholat kan kewajiban Almer. Bisa bangkrut mama nanti." Jawab saya.

Almer nyengir.

Mengisi pentas di sekolah


Yang membuat saya tak percaya waktu puasa tahun ini. Tahun lalu Almer masih malas-malasan untuk bangun sahur dan hanya puasa full beberapa hari. Tapi  tahun ini tidak ada yang bolong satu kalipun. Saya pikir Almer sudah 8 tahun dan melihat teman-teman di sekolah puasa jadi ia semangat untuk ikut puasa. Sampai akhirnya di penghujung Ramadhan...

Kringg..kringg
  
" Assalamualaikum," suara ibu di seberang

" Waalaikum salam, bu."

" Puasa Almer gimana? Full?"

" Alhamdulilah belum ada yang bolong,  bu."

" Syukurlah, kalau puasanya full nanti ibu kasih 300 ribu. Tahun ini ibu lebaran di Jakarta di rumah Winda (kakak tertuaku). Nanti kita kumpul di Bintaro ya." 

Oalah...ternyata Almer rajin puasa karena diiming-imingi uang. Pantas saja ia jadi rajin bangun sahur.

Saya dan suami bukannya tak sadar perilaku materialistis akan menyusahkan anak di kemudian hari. Tak bisa memilih antara kebutuhan dan keinginan. Menggampangkan segala cara demi uang. Jangan sampai deh...

Hari-hari selanjutnya adalah PR buat saya. Mencuci otak Almer bahwa tidak semua hal baik yang dilakukannya harus dibayar dengan uang. 

 
Bersama adik dan mama
Merunut kejadian demi kejadian yang lalu, saya berpikir dan mulai memilah apa yang harus  dilakukannya tanpa ada timbal balik dan hal-hal apa saja yang harus kami berikan sebagai timbal balik/hadiah.

Memilah yang mana kewajiban dan mana yang merupakan haknya. Pemberian hadiah juga tidak harus berupa uang. Bisa dengan memberinya kebebasan waktu untuk melakukan apa saja (dengan batasan koridor yang telah disepakati bersama), memasak makanan kesukaannya bersama-sama atau sekedar bermain kolam air dengan teman-teman.

Sesungguhnya hal positif yang telah ia lakukan jangan hanya berorientasi pada uang semata, tapi harus dilihat dari proses pencapaiannya.




'Tulisan ini diikutsertakan dalam GA Every Mom Has A Story'










4 komentar:

  1. anak pertama saya juga usianya 8 tahun kelas 3 SD, dan hobinya ngotot n ngeyel hehe... memang mungkin sedang usianya ya mak..

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mak, jadi ibu harus belajar sabar sepanjang hayat.

      Hapus
  2. Sesungguhnya hal positif yang telah ia lakukan jangan hanya berorientasi pada uang semata, tapi harus dilihat dari proses pencapaiannya.

    Setujuuuuuuu:)

    BalasHapus