Setelah
menikah, aku pindah ke Depok mengikuti suami yang berdinas di sana. Setahun kemudian,
tepatnya bulan Agustus 2006 anak pertama kami Almer lahir. Selain suami,
turut menemaniku di ruang bersalin adalah ibu dan mama mertua.
Situasi yang begitu mengharu biru, membuat air mata tak terbendung ketika untuk pertama kalinya merasakan perihnya proses melahirkan. Oh ..beginilah rasa sakit yang dialami ibu ketika melahirkanku. Bahkan mungkin lebih sakit lagi, karena tiga puluh lima tahun yang lalu dunia kedokteran tak sehebat sekarang.
Situasi yang begitu mengharu biru, membuat air mata tak terbendung ketika untuk pertama kalinya merasakan perihnya proses melahirkan. Oh ..beginilah rasa sakit yang dialami ibu ketika melahirkanku. Bahkan mungkin lebih sakit lagi, karena tiga puluh lima tahun yang lalu dunia kedokteran tak sehebat sekarang.
Almer berumur 1 minggu bersama nenek (2006) |
Zaman sekarang dunia kedokteran semakin canggih. Ada proses kelahiran dengan metode water birth, ada senam hamil, ada meditasi atau yoga, dsb.
Bagaimana
dengan ibu yang melahirkan ke enam anaknya secara normal? Sungguh tak
terbayang! Tak pernah kulihat lelah di wajahnya. Meladeni suami dan
anak-anaknya dengan tulus. Bahkan ibu masih membekaliku dengan makan siang
ketika kuliah dan kerja. Oalah..julukan 'anak ibu' begitu dekat dengan diriku.
Pernah
kuminta untuk tak perlu repot-repot membekaliku dengan makanan.
“Bu,
besok tak usah bawa bekal ya. Ada acara di kampus” Ujarku berbohong. Ya, aku
berbohong supaya ibu tak perlu repot pagi-pagi menyiapkan bekal siangku.
Sekali
dua kali tak membawa bekal makan siang toh aman-aman saja pikirku saat itu.
Ternyata aku keliru. Perutku sensitif sekali. Jajan sembarangan, membuat diriku
jatuh sakit. Mungkin karena kurang hiegenis terkontaminasi dengan kuman dan
bakteri.
Dengan
telaten ibu merawatku. Duh..ibu, bila mengenang masa lalu atas semua jasamu,
pantaslah bila diriku semakin takzim padamu.
Ada
cerita lucu di masa Sekolah Dasar. Kebetulan aku sekolah siang, jadi ibu
berniat untuk mendaftarkanku les diniyah yang dilakukan dari pukul 8 sampai 10
pagi. Semacam sekolah agama. Disana aku belajar ilmu fiqih, tauhid, bahasa
arab, hapalan surat-surat pendek, dsbnya.
Apa
yang terjadi? Aku malah menangis. Aku menangis karena takut gurunya
galak-galak. Takut di marahin kalau tidak bisa di kelas. Akhirnya ibu
menemaniku belajar di kelas selama hampir sebulan. Dengan sabar ibu duduk
menunggu di bangku belakang. Sekali-kali aku menoleh ke belakang, takut ibuku
pergi.
Sekarang
ibu begitu rentah di makan usia. Apalagi sejak serangan stroke di akhir tahun
2010. Diabetes, obesitas dan darah tinggi adalah pemicunya. Sepeninggalan ayah
tak ada lagi yang mengingatkan pola makan ibu yang 'asal kenyang'.
Couple
of different styles.
Ayah kurus ibu gemuk. Ayah kurang suka manis, ibu doyan manis. Ayah cenderung
cuek ibu galaknya minta ampun. Tapi perbedaan-perbedaan itulah yang menyatukan
mereka hingga ayah pergi terlebih dahulu. Kata orang perbedaan adalah rahmat
bila kita menyikapinya dengan bijak.
Desember 2010 saya pulang menjenguk ibu. Aku menangis ketika untuk pertama kalinya bertemu setelah serangan stroke. Tak ada lagi sorot mata ibu yang kerap membulat bila mendengar ceritaku. Mata itu kini sayu, redup membias.
Ibu
berbaring di kasur dekat televisi di ruang tengah. Sengaja di tempatkan di
sana, supaya orang yang lalu lalang dapat melihat dan melayani ibu. Kaki kiri
ibu lumpuh. Untuk berjalan ibu membutuhkan bantuan tongkat atau kursi roda.
Almer 5 tahun bersama nenek (2011) |
Semenjak
itu ibu berobat kemana-mana. Dari pengobatan secara medis sampai akupunktur.
Tiga bulan, enam bulan, belum ada perubahan yang signifikan. Ibu mulai putus
asa. Terkadang ibu suka terdiam sampai berjam-jam. Seperti memendam emosi yang
siap meledak kapan saja.
Selalu
ada hikmah dibalik suatu musibah. Semenjak terkena stroke, kerabat yang jauh
berdatangan menjenguk ibu. Kunjungan saudara-saudara memberi semangat baru
kepada ibu.
Sekarang
ibu sudah lebih ikhlas menerima kondisinya. Pola makan di jaga ketat. Terapi
fisik dilakukan dengan latihan ringan, seperti jalan pagi dan tak lupa berjemur
di bawah sinar matahari pagi.
Alhamdulillah,
sekarang kesehatan ibu membaik. Walau fisiknya sudah tak sekuat dulu, tetapi
support dari anak-anak dan kerabat turut membantu pemulihan kondisinya.
Bertepatan
dengan hari Pahlawan, 10 November yang lalu, usia ibu sekarang menginjak 69
tahun. Selamat ulang tahun bu, barokallah di sisa usiamu. Amien...
Terima kasih atas partisipasi sahabat dalam Kontes Unggulan : Hati Ibu Seluas Samudera
BalasHapusSegera didaftar
Salam hangat dari Surabaya
Sama-sama Pakde
Hapus